Catatan Poin Tausiyah Pemimpin Umum pada Pembukaan Rakornas Kampus Induk & Utama
1. Muqaddimah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memperkenankan hajat besar kita untuk menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kampus Induk dan Utama di Timika.
2. Perjalanan ke Timika
Timika memiliki daya tarik tersendiri, ada “magnet” yang menggerakkan hati untuk hadir. Jika tidak bisa terbang, ya berenang saja—dalam artian naik kapal. Perjalanan saya dari Balikpapan ke Bitung, lalu ke Jayapura, adalah bentuk ikhtiar yang menggambarkan semangat tersebut.
3. Futuhat & Do’a sebagai Kekuatan
Kita sedang berada dalam fase percepatan futuhat (kemenangan). Semua kebaikan besar bermula dari do’a. Lihatlah Nabi Ibrahim AS, saat berhadapan dengan sistem kekuasaan zalim—ketika logika tak dapat ditundukkan, api pun digunakan. Namun, Allah lebih berkuasa: Hasbunallah wa ni’mal wakil.
Gerakan kita adalah gerakan kenabian (nubuwah), dan keunggulan Hidayatullah terletak pada sistematika wahyu. Surat Al-Fatihah adalah simbol futuhat. Maka, kekuatan sejati ada dalam do’a yang terpahat dalam hati. Dibutuhkan kesabaran, kekuatan moral, mental, dan spiritual. Rasulullah SAW pun hadir sebagai jawaban dari do’a datuknya, Ibrahim AS—yang memulai gerakannya dengan meletakkan pondasi Baitullah (masjid).
4. Masjid sebagai Pusat Gerakan
Implementasi do’a harus nyata di kampus-kampus utama. Jadikan masjid sebagai titik awal perjuangan. Saat tiba di Timika, saya langsung menuju masjid dan memanjatkan do’a: “Ya Allah, jadikanlah tempat ini mercusuar dakwah di Timika, Engkaulah yang Maha Mendengar.”
Alhamdulillah, hari ini dalam momen Rakornas, kita mampu menempatkan da’i di 21 masjid—sebuah capaian yang belum pernah dilakukan oleh kampus utama lainnya.
5. Taqwa dan Kebaikan
Orang bertakwa, yang mencapai puncak keimanan, hidupnya penuh dengan kebaikan—pikiran, rasa, dan amalnya. Kampus yang baik adalah kampus yang kaya akan kebaikan. Taqwa adalah pembuka dimensi kebaikan, dan identitas keimanan tercermin dari kemakmuran masjid.
6. Pengkaderan: Militansi, Loyalitas, dan Profesionalitas
Kader ideal harus memiliki militansi, loyalitas, sifat kenabian (prophetic), dan profesionalisme. Kader terbaik harus segera ditugaskan.
Saya pernah ke Jayapura membawa mesin ketik dan buku—bekal dakwah ke tanah Irian yang jauh. Pakaian anak dan istri saya ikat dalam sarung, peti buatan sendiri berisi buku adalah modal awal perjuangan.
7. Momen Bersejarah: Penyambung Perjuangan
Perjalanan dakwah yang panjang ini terasa begitu cepat. Yang lalu adalah masa perintisan, kini masa pengembangan. Betapa bahagianya bisa bertemu dengan para perintis, senior, dan pelanjut perjuangan di tempat ini. Semoga pertemuan berikutnya di Timika masih mempertemukan kita kembali, insya Allah.
8. Berjuang di Mana Saja
Jika niat kita adalah mati sebagai pejuang, maka seluruh negeri ini adalah ladang perjuangan. Karunia terbesar dalam hidup adalah ketika kebaikan bisa terwujud. Kemenangan sejati adalah kemenangan politik yang dibangun melalui syura dan nilai-nilai demokrasi yang islami.
9. Penugasan sebagai Metode Perkaderan
Dalam kaderisasi, penugasan adalah cara terbaik. Tugas saja! Kalau dia “keturunan labu”, maka akan terapung; tapi kalau “keturunan batu”, akan tenggelam. Jalankan saja, siapa tahu justru lebih banyak keturunan batu yang siap diuji dan dibentuk.
10. Penamaan Kampus
Kampus ini saya beri nama “Al-Manzilah Al-Fadhilah” yang berarti “Tempat yang Mulia” atau “Posisi yang Terhormat”
Timika, 25 April 2025
Disusun oleh: DPW Papua Tengah & Kampus Utama Timika